Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Materi : Subak, Tradisi Masa Hindu-Buddha yang Bertahan Sampai Kini


Pernahkah kalian mendengar kata subak? tidak? Subak sudah terkenal hingga ke mancanegara. Bahkan UNESCO yang merupakan organisasi internasional dibidang edukasi, sains dan kebudayaan telah menobatkan SUBAK sebagai sebuah situs warisan dunia pada tahun 2012.

Subak adalah organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam cocok tanam padi di Bali, Indonesia. Sistem pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali, yang dinamai dengan kelian subak (juga disebut pekaseh, namun secara umum bernama kelian subak).

Kelian subak yang juga merupakan seorang petani ini yang nantinya mengorganisir bagaimana sistem perairan yang cocok untuk daerahnya, begitu pula ketika musim yang berbeda seperti musim kemarau dan musim penghujan.


Sebuah Subak (organisasi) biasanya wajib memiliki sebuah pura atau bangunan suci yang diberi nama pura Ulun carik atau Pura Bedugul. Pura ini dibangun khusus oleh para petani untuk memuja dewi Sri yang diyakini sebagai dewi kemakmuran dan kesuburan.

Subak sangat bergantung dengan aliran air yang sudah tentu fungsinya adalah untuk mengairi tanaman yang ada di sawah. Sumber air di Bali biasanya bersumber dari pegunungan atau danau yang dialirkan oleh sungai dan anak-anak sungai lainnya. Air yang mengalir inilah yang kemudian dimanfaatkan sedemikian rupa oleh para kelian subak untuk kesejahteraan para petani lainnya.

kelian subak akan melakukan perundingan dengan para anggota subaknya, perundingan ini bagi para penduduk Bali disebut sangkep (angkep = Mendekat,berdekatan). Perundingan ini mencakup tentang bagaimana sebuah lahan sawah akan diberi air, seberapa banyak, seberapa lama dan bagaimana mereka bekerja. Perundingan ini selalu menggunakan asas gotong royong dan kekeluargaan, serta yang paling utama adalah rasa adil bagi seluruh anggota subak. Maka dari itu, perundingan harus dipikirkan matang-matang sebelum mengambil keputusan sehingga tidak ada anggota yang dikesampingkan ataupun dikecewakan.

Jika pada musim kemarau, dimana intensitas air mulai menurun. Maka kelian subak akan kembali mengadakan Sangkep (perundingan) dengan para anggotanya. Mereka akan membahas pembagian air secara merata dengan sistem yang bisa disebut sebagai sistem ‘meminjam air’. Jadi intinya, semua anggota dari subak (petani) akan mendapatkan jatah air secara merata. 

Dalam sistem subak ini, masyarakat bali khususnya para petani (anggota subak) telah menerapkan konsep tri hita karana yang mana Hubungan-hubungan yang dijalin tetap harus terjaga dan dengan komposisi yang seimbang. Baik antara manusia, alam lingkungan termasuk dengan tuhan. Inilah yang menjadi dasar kuat mengapa sistem subak dapat berkembang hingga saat ini.


Post a Comment for "Materi : Subak, Tradisi Masa Hindu-Buddha yang Bertahan Sampai Kini"