Materi : Konflik dan Pergolakan Akibat Pelaksanaan Sistem Pemerintahan
Pengakuan kedaulatan oleh Belanda dalam bentuk
Serikat tidak serta merta dapat diterima oleh mayoritas bangsa Indonesia karena
tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi kemerdekaan. Hal ini menyebabkan
munculnya persoalan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan ketika
sistem pemerintahan kembali ke bentuk kesatuan, permasalahan ini juga tidak
kunjung selesai, karena seringnya terjadi pergantian pemerintahan yang menyebabkan
pembangunan terhambat. Sehingga muncul bebrbagai pergolakan di daerah.
Pemberontakan PRRI (Pemerintah Revolusioner
Republik Indonesia)
Pemberontakan PRRI dan Permesta saling
berhubungan. Munculnya pemberontakan PRRI dan Permesta terjadi karena adanya
permasalahan terkait kesejahteraan tentara di dalam tubuh Angkatan Darat di
daerah Sumatera dan sulawesi. Pertentangan semakin memuncak karena beberapa
daerah yang ingin melakukan otonomi karena pemerintah pusat dianggap tidak adil
dalam pengalokasian dana pembangunan di daerah.
Kekecewaan ini diwujudkan dalam pembentukan
dewan-dewan daerah sebagai alat perjuangan untuk melaksanakan tuntutan
tersebut, diantaranya Dewan Banteng di sumatera Barat yang dipimpin oleh Letkol
Ahmad Husein, Dewan Gajah di Sumatera utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin
Simbolon, Dewan Garuda di Sumatera Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian
dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Mayor DJ Somba.
Dewan-dewan ini mengambil alih kekuasaan pemerintah daerah di wilayahnya
masing-masing.
Bulan Pebruari krisis antara pemerintah pusat
dengan beberapa daerah tersebut memuncak, awal Pebruari Letkol Ahmad Husein
membentuk Dewan Perjuangan dan mengeluarkan pernyataan sikap yang disebut
dengan Piagam Perjuangan dengan berisi bberapa tuntutan yang didalamnya
memojokkan pemerintahan yang ada.
Namun tuntutan tersebut ditolak pemerintah,dan
akhirnya pada tanggal 15 Pebruari 1958 Achmad Husein memproklamasikan
berdirinya Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan ditunjuklah
Sjafruddin Prawiranegara sebagai Perdana Menterinya.
Bagi Syafruddin, pembentukan PRRI hanyalah
sebuah upaya untuk menyelamatkan negara Indonesia, bukan memisahkan diri.
Apalagi saat itu PKI mulai berpengaruh di pusat. Namun, pemerintah pusat
melakukan tindakan tegas dengan mengerahkan operasi Militer. Secara bersamaan
pemerintah menggelar operasi-operasi milter tersebut. Operasi 17 Agustus untuk
wilayah Sumatera Tengah dipimpin oleh Kolonel Ahmad Yani, Operasi Tegas
dipimpin oleh Letkol Kaharudin Nasution, Operasi Saptamarga diwilayah Sumatera
Utara dipimpin oleh Brigjen Djatikusumo, dan Operasi Sadar dipimpin oleh Letkol
Ibnu Sutowo untuk mengamankan wilayah Sumatera Selatan.
Tangal 29 Mei 1961akhirnya Ahmad Husein menyerah dan melaporkan diri
beserta pasukannya dan pemberontakan PRRI dapat dipadamkan.
Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta)
Berita Proklamasi PRRI disambut dengan antusias
oleh para masyarakat Manado, Sulawesi Utara. Pada tanggal 17 Pebruari 1958
Komandan Daerah Militer Sulawesi Utara dan Tengah menyatakan putus hubungan
dengan pemerintah pusat dan mendukung sepenuhnya PRRI.
Para Tokoh Militer di Sulawesi yang dipelopori
oleh Letkol Vence Sumual kemudian memproklamasikan Piagam Perjuangan Rakyat
Semesta (permesta). Piagam ini ditandatangani oleh sekitar 51 tokoh di
Indonesia bagian timur dan menguasai daerah Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara.
Untuk melakukan penumpasan gerakan ini
pemerintah melancarkan operasi Militer dengan membentuk Komando Operasi Merdeka
yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat, yang kemudian menggelar
operasi militer Saptamarga I s.d IV.
Dalam pemberontakannya, Permesta diperkirakan
mendapat bantuan dari pihak asing. Hal ini diketahui dengan ditembak jatuhnya
sebuah pesawat pada tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon yang dikemudikan oleh AL
Pope, seorang warga negara Amerika Serikat. Akhirnya, bulan Agustus 1958 pemberontakan
Permesta dapat dilumpuhkan, walaupun sisa-sisa pemberontaknya masih ada hingga
tahun 1961.
Persoalan Negara Federal dan BFO
Isi perjanjian Linggarjati yang disahkan
tanggal 29 Maret 1947 terdapat pasal tentang pembentukan negara serikat. Hal ini
berarti bahwa Indonesia terdiri atas negara-negara bagian. Hal ini tentu memunculkan
perpecahan di kalangan bangsa Indonesia itu sendiri.
Untuk membentuk negara Federal maka tanggal
15-25 Juli 1946 Dr HJ Van Mook menyelenggarakan Konferensi Malino, Sulawesi
Selatan dan diikuti oleh wakil dari berbagai daerah, walaupun mendapat kecaman
keras dari para politisi yang mendukung RI.
Walaupun mendapat kecaman, akhirnya ide
tersebut terlaksana dengan berdirinya Negara Indonesia Timur (NIT), dan kemudian
terbentuk negara-negara federal lainnya. Kemudian Van Mook menyelenggarakan Konferensi
Federal di Bandung tanggal 29 Mei 1948 yang dipimpin oleh Adil Puradiredja selaku
Perdana Menteri Negara Pasundan yang hasilnya memutuskan lahirnya Badan
Permusyawaratan Federal (BFO atau Bijeenkomst voor Federal Overleg).
Konsep Negara Federal dan BFO mau tidak mau
memunculkan potensi perpecahan. perpecahan yang muncul terutama adanya persaingan
antara golongan federalis yang ingin bentuk negara federal dipertahankan degan
golongan unitaris yang ingin Indonesia menjadi negara kesatuan. Golongan
Federalis yang dipimpin oleh Sultan Hamid II (Pontianak) dan T Mansur (Sumatera
Timur) lebih menginginkan kerjasama dengan Belanda , sedangkan Golongan
Unitaris yang dipelopori oleh Ida Anak Agung Gde Agung (NIT) dan RT Adil
Puradiredja dan RT Djumhana (Negara Pasundan) lebih memilih RI untuk diajak
kerjasama membentuk Indonesia Serikat dibanding bekerjasama dengan Belanda.
Setelah Konferensi Meja Bundar (KMB)
dilaksanakan pada tahun 1949, persaingan kedua kubu semakin sengit dan mengarah
ke bidang militer. Salah satu hasil ketetapan KMB adalah pembentukan Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) dan anggota intinya diambil dari TNI,
dan sebagiannya lagi diambil dari personil mantan anggota KNIL. Anggota TNI
berkeberatan bekerjasama dengan bekas musuhnya anggota KNIL, sedangkan anggota
KNIL menuntut mereka ditetapkan sebagai aparat negara bagian dan menentang
anggota TNI masuk ke negara bagian (hal inilah yang menyebabkan terjadinya
pemberontakan APRA dan Andi Azis).
Namun, disisi lain pergolakan yang bersifat
positif pun terjadi. Adanya tuntutan-tuntutan rakyat yang ingin agar negara-negara
bagian tersebut ingin bergabung ke RI (salah satunya adanya proklamasi Divisi
IV ALRI Pertahanan Kalimantan yang terjadi di Kalimantan Selatan) juga
menjadikan pergolakan ini lebih bermakna dan mendalam bagi bangsa Indonesia. Dan
Mudah-mudahan saja dengan adanya peristiwa Disintegrasi Ini, menjadikan pelajaran
bagi bangsa Indonesia menjadi negara yang lebih baik lagi.
test
ReplyDelete